Minggu, 05 Februari 2012

Amniosintesis


AMNIOSINTESIS

Amniosintesis adalah pengeluaran cairan dari rongga amnion dengan menggunakan jarum fungsi melalui dinding abdomen dan uterus untuk tujuan mendapatkan  cairan guna keperluan pemeriksaan. Prosedur dilakukan  di bawah pedoman ultrasonografi dengan memasukkan jarum jenis spiral ukuran 20  sampai 22 secara transabdominal untuk mengaspirasi cairan amnion sebanyak 5 sampai 20 ml sambil menghindari plasenta, tali pusat dan janin. Hasil aspirasi awal yang berisi 1 atau 2 ml cairan dibuang untuk memperkecil kemungkinan kontaminasi sel ibu dan kemudian setelah terkumpul kira – kira 20 ml cairan jarum dikeluarkan.
Amniosintesis adalah tindakan aspirasi (pengambilan) cairan amnion (ketuban) dengan pungsi melalui dinding perut, atau melalui leher rahim. Amniosintesis baru dapat dikerjakan bila cairan amnion (ketuban) sudah cukup banyak. Pada awal trimester II (14-18 minggu) amniosintesis dilakukan untuk
mendeteksi kelainan genetik dan metabolik melalui pemeriksaan sitogenik (sel).
Tindakan ini juga dilakukan untuk memeriksa kadar alfa feto protein di dalam
cairan ketuban untuk mendeteksi adanya kelainan tertentu. Setelah kehamilan 24
minggu (6 bulan) amniosintesis dilakukan untuk mengukur kadar bilirubin,
penentuan maturitas janin, pemeriksaan mikrobiologik, dan pemeriksaan-pemeriksaan diagnostik lainnya. Pada keadaan tertentu amniosintesis
dapat dilakukan sebagai pembantu therapi yaitu untuk menghilangkan tekanan
mekanik dan dekompresi.
Amniosentesis yaitu memasukkan jarum berdiameter besar ke dinding abdomen dan uterus sampai ke ketuban dan cairan amnion. Cairan yang mengandung sel – sel janin diaspirasi. Sel – sel janin yang diperoleh selanjutnya dikultur untuk mendeteksi abnormalitas kromosom dan kariotipe sebagai salah satu metode diagnosa saat pranatal. Sel – sel yang diperoleh dari cairan dibiakkan di laboratorium sampai stadium pembelahan. Pada pembelahan inilah kromosomnya dipelajari.

            Tempat penusukan diamati apakah ada perdarahan dan pasien diperlihatkan denyut jantung janin yang berdenyut dan cairan amnion yang tersisa pada akhir prosedur. Sejumlah studi banyak rumah sakit telah mengkonfirmasi keamanan tindakan ini serta keakuratan diagnostiknya yang lebih dari 99 persen.
            Komplikasi minor jarang terjadi dan mencakup perdarahan pervaginam bebercak sesaat atau kebocoran cairan amnion pada 1 samapai 2 persen dan koriomnionitis pada kurang dari 1 per 1000. cedera jarum pada janin jarang jika digunakan panduan ultrasonografi. Kegagalan biakan sel juga jarang tetapi lebih mungkin terjadi kalau janinnya abnormal. Angka keguguran adalah 0,5 persen atau lebih kecil  (1 per 200) . kemungkianan beberapa keguguran disebabkan oleh kelainan yang sudah ada sebelumnya dan memang pasti terjadi sekalipun tidak dilakukan amniosintesis. Kelainan ini antara lain adalah solusio plasenta, implantasi plasenta yang abnormal, anomaly uterus dan infeksi.
Biasanya dilakukan pada usia kehamilan 18-20 minggu. Dilakukan per abdominal. Dilakukan aspirasi cairan amnion dengan bantuan USG. Hanya beberapa operator yang berpengalaman yang dapat melakukannya.
Ketika masalah genetic dicurigai maka amniosintesis dilakukan sesegera mungkin biasanya antara gestasi 16 – 20 minggu nuntuk memungkinkan studi tentang kariotip dan biokimia untuk dilengkapi sebelum batas waktu dalam melakukan terminasi kehamilan secara elektif. Amniosintesis lanjut dalam kehamilan paling sering dilakukan untuk mengkaji kesejahteraan dan maturitas janin. Pada kasus  - kasus isoimunisasi prosedur dapat dilakuikan berulang – ulang untuk memantau kondisi janin.
            Amniosintesis biasanya dilakukan pada wanita hamil yang berisiko tinggi, yaitu :
·    Wanita yang mempunyai keluarga dekat menderita gangguan genetik.
·    Wanita berusia di atas 35 tahun.
·    Wanita yang memiliki hasil tes yang abnormal terhadap sindrom down pada trimester pertama kehamilan.
·    Wanita yang memiliki hasil tes abnormal terhadap alfaprotein, estriol, human chorionic gonadotropin, dan hormon inhibin A.
·    Pemeriksaan USG menunjukkan adanya kelainan.
·    Wanita dengan sensitisasi Rh.
Walaupun sampai hari ini ada bermacam-macam teknik digunakan untuk prediksi atau konfirmasi pemeriksaan prenatal, pengambilan cairan dan se1-selnya melalui uterus yang hamil masih merupakan pilihan yang Was digunakan. Sampel yang diambil harus betul-betul jernih, dan sel-selnya dibiak until mengetahui adanya aberasi kromosom, pemeriksaan bio-kimia atau analisis DNA. Sampel yang tercampur darah (bloody fluid) mungkin disebabkan kerusakan plasenta; perubahan wama tertentu mungkin menandakan adanya kematian janin.
Semuanya sangat penting dipertimbangkan, karena abortus spontan dapat setiap waktu terjadi bila bersamaan dengan itu dilakukan amniosentesis. Di samping itu, semua keadaan ter-sebut di atas sering menyebabkan kegagalan dalam proses pembiakan jaringan.         
Setelah sampel diambil, cairan dipusing. Supernatannya dapat digunakan untuk analisis AFP atau biokimia tertentu; sedangkan pellemya digunakan untuk analisis kromosom dan analisis DNA. Sebagian besar tes prenatal, baik analisis kromosom mau-pun biokimiawi membutuhkan pembiakan; dan tergantung dari jumlah dan kualitas sel yang didapat, biasanya dibutuhkan waktu 2-3 minggu untuk mendapatkan diagnosis dan kesimpulan yang pasti. Sangat penting bahwa biakan tersebut dicek berulang kali untuk memastikan pertumbuhan sel yang memuaskan. Bila ti-dak, mungkin diperlukan pengambilan segera sampel ulangan, karena bila telah melewati usia kehamilan tertentu tidak akan didapatkan cairan dan sel yang baik. Sebelum mengirim pasien untuk pemeriksaan prenatal, hams dipastikan bahwa ada fasilitas pemeriksaan prenatal yang akurat dan dapat dipercaya. Setelah itu, pasien yang akan men-jalani pemeriksaan prenatal perlu mendapatkan konseling ge-netik supaya mendapatkan informasi yang jelas tentang hal-hal yang akan dialami maupun basil tes yang akan didapat. Amniosentesis biasanya dilakukan pada kehamilan 15--18 minggu; oleh dokter ahli kebidanan yang telah mendapat ke-ahlian untuk aspirasi ini.
Alphafetoprotein (AFP) yaitu hasil samping dari metabolisme protein pada janin dan dapat diidentifikasi di serum ibu dan dapat diukur dalam cairan amnion untuk membantu diagnosis peninggian AFP darah ibu. Kehilangan kehamilan normal akibat amniosentesis 1 : 100
Indikasi untuk Amniosentesis :
1.    Pemeriksaan kariotipe ( keseluruhan karakteristik, termasuk jumlah, ukuran dan bentuk kromosom serta pengelompokkannya dalam nukleus sel ) berdasarkan pada anamnesis keluarga, perorangan, umur ibu, risiko tinggi, atau kelainan pada ultrasonik.
2.    Penyakit hemolisis : penghancuran sel darah merah dan pelepasan hemoglobin.
3.    Kelainan saluran saraf
4.    Gangguan metabolisme
5.    Penentuan maturitas paru

Prosedur pengambilan :
Jarum langsung dimasukkan melalui dinding perut ibu, menembus uterus ibu melalui tuntunan USG. Melalui USG dapat diketahui lokasi plasenta dan janin. Prosedur ini dapat dilakukan dengan pembiusan setempat tanpa hams rawat tinggal di rumah sakit. Prosedur yang akan dilakukan dan risiko yang mungkin terjadi akibat pengambilan ini perlu dijelaskan pada pasien.
Risiko amniosentesis
  1. Keguguran/abortus : Diperkirakan sebesar 1%; pengulangan amniosentesis akan meningkatkan risiko ini (5--10%), seperti halnya bila amniosen-tesis dikerjakan oleh orang yang tidak trampil.
  2. R i s i k o ibu : Pada umumnya minimal; bila dikerjakan dengan prinsip aseptik, risiko infeksi akan terhindarkan.

Hasil dan tindak lanjut :
Pasangan pasien tersebut perlu diberitahu bahwa diperlukan waktu sedikitnya 3 minggu untuk mendapatkan hasilnya, dan untuk pengambilan ulang bisa terjadi.Pasien juga perlu diberi tabu, bahwa kadang-kadang ditemukan juga kelainan yang sesungguhnya tidakberhubungan dengan yang dicari (misalnya ada NTD pada kehamilan yang dicurigai Down syndrome). Pasien perlu juga diberi tabu tentang langkah-langkah selanjutnya, bila temyata terjadi kegagalan kultur atau sebab-sebab lainnya. Tindak Ian jut post natal juga penting, selain untuk mencek kebenaran diagnosis prenatal kita, juga karena janin yang lahir mungkin akan mempengaruhi risiko genetik pada kehamilan berikutnya. Kesimpulannya, amniosentesis pada umumnya aman dan dapat dipercaya, tetapi tetap tidak bebas sama sekali dari faktor risiko. Penting sekali untuk digunakan dengan selektif dan tepat, dan dijelaskan kepadapasangan pasiAn yang menginginkannya.
Beberapa manfaat pemeriksaan amniosintesis antara lain :
·    Mengetahui kelainan bawaan.
·    Mengetahui jenis kelamin bayi.
·    Mengetahui tingkat kematangan paru janin.
·    Mengetahui ada tidaknya infeksi cairan amnion (korioamnionitis).
Siapa yang dilakukan Amniosintesis:
(1) Usia kehamilan > 35 tahun,
 (2) Riwayat sebelumnya Trisomy,
(3) Orang tua kelainan kromosom,    
(4) Dijumpai kelainan pada pemeriksaan USG
Dari hasil pemeriksaan amniosintesis dapat diketahui (1) Kelainan kromosom : Down syndrome, Turner syndrome, Edward's syndrome dll (2) Kelainan genetik lain : Cystic fibrosis AR, Sickle cell disease AD, Tay-Sachs disease AR, Thalasemia AD



















BIOPSI KHORION

Biopsi khorion sebagai salah satu sarana untuk diagnosis prenatal merupakan sarana diagnostik yang lebih invasif di-banding amniosentesis. Teknik ini sekarang sudah banyak ditinggalkan karena faktor positip semu/negatip semu yang mungkin terjadi dan juga risiko pengambilannya yang lebih besar dibandingkan dengan amniosentesis. Biopsi khorion ini tampaknya akan lebih berperan dengan adanya teknologi bio- logi molekuler, khususnya analisis sampai Ice tingkat DNA.
Pada saat sekarang, pengambilan biopsi khorion dikerjakan pada usia kehamilan 8 sampai 11 minggu. Bila memasuki minggu ke-12, pengambilan transservikal akan lebih sulit, se-hingga pengambilan secara transabdominal lebih memungkinkan. Pengambilan secara transservikal dilakukan dengan cara memasukkan suatu kanula plastik melalui serviks dengan pan-duan USG dan kemudian jonjot khorion diaspirasi. Cara lain adalah pengambilan melalui alat fetoskop. Lalu jaringan maternal disingkirkan secara mikroskopik, dan sisa jaringan (fetal tissue) dianalisis.
Analisis yang dapat dikerjakan adalah :
  1. Analisis. DNA, termasuk fetal sexing dengan spesifikasi kromosom X dan Y.
  2. Analisis kromosom. Sekarang dapat dikerjakan rapid direct method, yang hasilnya dapat dilihat dalam waktu 24 jam. Bila terdapat mosaicism, maka harus dilakukan pengecekan dengan amniosentesis. Perlu pula diingat, bahwa probabilitas untuk mendapatkan aberasi kromosom lebih tinggi dibandingkan dengan cara amniosentesis, karena kelainan kromosom di-dapatkan hampir pada 50% kehamilan dengan abortus spontan (usia kehamilan 10--16 minggu).
  3. Analisis enzim/biokimiawi. Penerapan biopsi khorion memang akan cukup luas, tetapi karena faktor keamanan pengambilannya serta ketidak akuratannya, maka penerapannya lebih sempit dibandingkan amniosentesis.
Profil Biofisik (Biophysical profile / BPP merupaka pengkajian janin dan lingkungan janin yang noninvasive dan dinamis. Pengkajian dilakukan menggunakan ultrasonografi sewaktu dan pemantau denyut jantung janin secara elektronik. Parameter yang diukur pada evaluasi ini mencakup :
Ø  Gerakan pernafasan janin (fetal breathing movements / FBM)
Ø  Gerakan janin (fetal movements / FM)
Ø  Tonus janin (fetal tone / FT)
Ø  Indeks cairan amnion (amniotic fluid index / AFI)
Ø  Tes nonstres test ? NST                                                                                                                              

Penilaian profil biofisik janin merupakan salah satu cara efektif untuk mendeteksi adanya asfiksia (gangguan pada pertukaran udara pernapasan) janin lebih dini, sebelum menimbulkan kematian atau kerusakan permanen pada janin. Pemeriksaan tersebut dimungkinkan terutama dengan bantuan peralatan elektronik, seperti ultrasonografi (USG) dan kardiotokografi (KTG).
Pemeriksaan mencakup pernapasan janin, gerakan janin, tonus otot, detak jantung, dan jumlah cairan ketuban. Skor hasil akhir dari penilaian tersebut akan menghasilkan keputusan untuk melahirkan janin secepat mungkin atau terencana. BPP ini umumnya dilakukan pada usia kehamilan minimal 32 minggu.
Signifikansi Klinis
Reaktivitas DJJ, gerakan janin, gerakan pernafasan janin dan tonus janin merupakan pnanda biofisik akut serta dianggap untuk diberikan dan diatur dengan mekanisme saraf pusat janin yang terintegrasi dan komplks. Aktivitas biofisik  normal merupakan bukti tidak langsung bagian system saraf pusat yang mengendalikan aktivitas khusus yang utuh. Namun hilangnya aktivitas biofisik akan sulit diinterpretasi karena aktivitas tersebut mencerminkan reflek depresi patologi atau periodisitas janin normal. Pengukuran indeks cairan amnion  / AFI merupakan penanda kondisi kronis janin.
Berbagai komponen dan skort masing – Masing Terhadap Profil Biofisik
NO
Komponen
Skor 2
Skor 0
1
Uji Nonstres
≥ 2 kselerasi ≥ 15 denyut / mnt selama ≥ 15 detik dalam 20 – 40 menit
0 atau 1 akselerasi dalam 20 – 40 mnt
2
Pernafasan Janin
≥ 1 episode bernafas ritmik yang berlangsung ≥ 30 dtk dalam 30 mnt
Bernafas < 30 dtk dalam 30 mnt
3
Gerakan Janin
≥ 3 gerakan tubuh atau ekstremitas yang nyata dalam 30 mnt
≤ 2 gerakan dalam 30 mnt
4
Tonus Janin
≥ 1 episode ekstensi ekstremitas janin disertai kembali ke fleksi atau membuka / menutupnya tangan
Tidak ada gerakan atau ekstensi / fleksi
5
Volume cairan amnion
Kantung vertical tunggal > 2 cm
Kantung Vertikal tunggal tervbesar ≤ 2 cm

Modifikasi Skor Profil Biofisik, Interpretasinya dan Penatalaksanaan Kehamilan
Skor Profil Biofisik
Interpretasi
Penatalaksanaan Yang Dianjurkan
10
Janin normal tanpa akfisia
Tidak ada indikasi  janin untuk intervensi, ulangi pemeriksaaan setiap minggu kecuali pada pasien diabetes dan kehamilan postmatur (dua kali seminggu)
8/10 cairan amnion normal 8/8
Janin normal tanpa asfiksia
Tidak ada indikasi janin untuk intervensi, ulangi pemeriksaan sesuai protocol
8/10 berkurang
Janin dicurigai mengidap asfiksia kronik
Lahirkan
6
Janin mungkin (possible) mengalami asfiksia
Apabila volume cairan amnion abnormal, lahirkan.
Apabila cairan amnion pada kehamilan > 36 minggu normal dan serviks memungkinkan , lahirkan.
Apabila skor pemeriksaan ulangan ≤ 6, lahirkan.
Apabila skor pemeriksaan ulangan > 6, observasi dan ulangi sesuai protocol

4
Janin kemungkinan besar (possible) mengalami asfiksia
Ulangi poemeriksaan pada hari yang sama, apabila skor profil biofisik ≤ 6, lahirkan .


                     
0 - 2
Janin hamper pasti mengalami asfiksia
Lahirkan




















CHORIONIC VILLI SAMPLING (CVS)

               Yaitu  upaya memperoleh jaringan yang berasal dari janin pada tahap kehamilan lebih dini dibandingkan pelaksanaan amniosentesis (kehamilan 16 minggu),
Dilakukan pada kehamilan 10-12 minggu. Biopsi villi melalui ostium uteri. Dilakukan  dengan arahan USG.
Dilakukan pada umur kehamilan 8 – 12 minggu. Sampel dari tepi plasenta diambil, caranya menyedot dengan kateter. Jarumnya dapat dimasukkan ke dalam uterus melalui serviks ( 8 - 10 minggu ) atau transabdominal (10 – 12 minggu ).
Teknik ini memungkinkan kita menegakkan berbagai diagnosis. Dari bahan yang diperoleh dapat dilakukan analisis DNA. Tes ini dapat menyebabkan abortus (4%).
Indikasi :
1.     Pemeriksaan karotipe
2.     Kelainan metabolisme
3.     Analisis DNA
4.     Infeksi transplasenta, misalnya toksoplasmosis


            Teknik ini memungkinkan pembiakan sel yang sedang membelah secara aktif, berbeda dari sel lepasan pada amniosentesis, dan seandainya didapatkan abnormalitas, pengakhiran kehamilan dapat dilakukan pada tahap yang relatif dini.
Potensi pertumbuhan vili korion memfasilitasi penentuan kariotipe secara relatif cepat, yaitu dalam 3-4 hari.
Resiko CVS jika dilakukan pada kehamilan kurang dari 10 minggu adalah insiden defek ekstremitas yang lebih besar, tetapi mekanisme pasti untuk hal ini tidak diketahui.
Pengambilan sampel vilus korionik (CVS) merupakan tindakan menusukkan jarum secara transversikal atau transabdominal ke dalam bagian placenta janin untuk mengangkat spesimen jaringan yang kecil. Prosedur ini dilakukan diantara gestasi 10 dan 12 minggu. Aspirasi kanula dan obturator yang menembus kanalis servikalis, dan berhati-hatilah dalam melakukannya untuk mencegah pecahnya membran amnion. Pendekatan transabdominal merupakan alternatif dari teknik transervikal. Prosedur ini dapat dilakukan pada awal trimester pertama untuk mengidentifikasi janin-janin dengan defek genetik. Komplikasi yang terjadi jarang setelah melakukan prosedur dan mencakup perdarahan atau bercak-bercak darah vagina, aborsi spontan, ketuban pecah, dan korioamnionitis. Imunoglobulin Rh  harus diberikan pada wanitadengan Rh negatif karena kemungkinan perdarahan fetomaternal yang timbul pada isoimunisasi.
Indikasi biopsi villi korionik pada dasarnya sama dengan amniosintesis, kecuali beberapa analisis yang memerlukan cairan amnion dan buikannya sel atau jaringan. Keuntungan uatama pengambilan sampel villi korionik (chorionic villulous sampling) / CVS ada;lah hasilnya tersedia pada usia gestasi lebih dini, sehinga mengurangi kecemasan orangtua kalau hasilnya normal da, memungkinkan metode terminasi  kehamilan yang lebih dini dan lebih aman kalau hasilnya abnormal. CVS umumnya dilakukan pada usia gestasi 10 sampai 13 minggu. Villi plasenta dapat diperoleh melalui akses transervikal, transabdominal, atau transvaginal ke plasenta. Pada kehamilan lanjut ketika kelainan janin disertai dengan oligohidramnion berat, pengambilan sampel transabdominal lebih disukai. Diperlukan keterampilan dalama melakukan prosedur dan pelatihan khusus dengan panduan USG sebelum mencoba melakukan CVS. Dan pemeliharaan keterampilan ini amat penting. Kontraindikasi relatif meliputi perdarahan pervaginam atau spotting, uterus ante atau retroveksi akstrem dan ahbitus tubuh pasien yang menghambat kemudahan akses ke uterus atau visualisasi isi uterus dengan jelas menggunakan USG. Infeksi aktif merupakan kontraindikasi. Penyulit CVS sama dengan amniosintesis.
Sejumlah percobaan kontrol kasus dan acak membandingkan keamanan CVS dengan amniosintesis dan CVS transabdominal dengan prosedur transservikal.
Tes ini jarang dilakukan oleh para dokter karena dikhawatirkan berisiko menyebabkan abortus spontan. Tes ini dilakukan untuk memeriksa kemungkinan kerusakan pada kromosom. Serta untuk mendiagnosa penyakit keturunan. Tes CVS ini mampu mendeteksi adanya kelainan pada janin seperti Tay-Sachs, anemia sel sikel, fibrosis berkista, thalasemia, dan sindroma Down







CORDOSENTESIS

Pengambilan darah janin melalui aspirasi darah talipusat. Dilakukan lewat abdomen dengan bantuan USG. Darah janin diperiksa secara biokimiawi dan seluler.
Teknik ini memungkinkan kita melakukan pemeriksaan karotipe ( 2 – 3 hari ) dengan cara mengambil 2 – 3 cc darah janin dari vena umbilikalis secara transabdominal, jarum ditusukkan ke perut ibu menembus uterus menembus uterus menuju tali pusat.


Dengan ahli yang khusus dididik dalam PUBS, jarum yang sangat halus dimasukkan menembus vena umbilicalis. Risiko terhadap janin, yang biasanya berupa keguguran, hanya < 5%. Bila dilakukan oleh orang yang tidak ahli, fetal loss bisa men-capai 50%. Darah janin yang diperoleh dapat dianalisis kromosomnya, ensim dan biokimia serta analisis DNA.
  1. Tes darah
Jenis pemeriksaan ini dianjurkan dokter setelah Anda dinyatakan positif hamil. Contoh darah akan diambil untuk diperiksa apakah terinfeksi virus tertentu atau resus antibodi. Contoh darah calon ibu juga digunakan untuk pemeriksaan hCG. Dunia kedokteran menemukan, kadar hCG yang tinggi pada darah ibu hamil berarti ia memiliki risiko yang tinggi memiliki bayi dengan sindroma Down.
Pemeriksaan darah dan analisis gas darah janin. Pengambilan sampel darah bisa dari tali pusat (umbilical cord blood sampling), atau dari kulit kepala janin (fetal scalp blood sampling). Pada janin dengan hipoksia, terjadi asidosis
Pengambilan sampel darah umbilikus secara p-erkutan dicapai melalui insersi jarum transabdominal ke dalam pembuluh darah umbilikus janin di bawah penggunaan ultrasonografi. Titik insersi ideal berada di dekat insersi plasenta.
Antara 1 sampai 4 ml darah diambil selama prosedur dan diuji oleh prosedur Kleihauer-Betke untuk menjamin bahwa spesimen merupakan darah janin. Sampel darah digunakan untuk menentukan kriotiping, tes Coomb secara langsung, hitung darah lengkap, jenis darah janin, gas-gas darah, status asam basa untuk janin-janin dengan restriksi pertumbuhan intrauterus, dteksi adanya infeksi, dan pengkajian serta penanganan isoimunisasi.
Komplikasi jarang terjadi dan merupakan akibat dari kebocoran tempat pungsi, bradikardia janin, dan korioamnionitis.
Teknik ini kini telah mengungguli fetoskopi dalam pengambilan sampel darah janin dan transfuse darah janin. Selain digunakan untuk diagnosis prenatal gangguan darah herediter seperti hemofilia, kordosentesis juga digunakan untuk diagnosis infeksi janin

                  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar