AMNIOSINTESIS
Amniosintesis adalah
pengeluaran cairan dari rongga amnion dengan menggunakan jarum fungsi melalui
dinding abdomen dan uterus untuk tujuan mendapatkan cairan guna keperluan pemeriksaan. Prosedur
dilakukan di bawah pedoman
ultrasonografi dengan memasukkan jarum jenis spiral ukuran 20 sampai 22 secara transabdominal untuk
mengaspirasi cairan amnion sebanyak 5 sampai 20 ml sambil menghindari plasenta,
tali pusat dan janin. Hasil aspirasi awal yang berisi 1 atau 2 ml cairan
dibuang untuk memperkecil kemungkinan kontaminasi sel ibu dan kemudian setelah
terkumpul kira – kira 20 ml cairan jarum dikeluarkan.
Amniosintesis adalah
tindakan aspirasi (pengambilan) cairan amnion (ketuban) dengan pungsi melalui
dinding perut, atau melalui leher rahim. Amniosintesis baru dapat dikerjakan
bila cairan amnion (ketuban) sudah cukup banyak. Pada awal trimester II (14-18
minggu) amniosintesis dilakukan untuk
mendeteksi kelainan genetik dan metabolik melalui pemeriksaan sitogenik (sel).
Tindakan ini juga dilakukan untuk memeriksa kadar alfa feto protein di dalam
cairan ketuban untuk mendeteksi adanya kelainan tertentu. Setelah kehamilan 24
minggu (6 bulan) amniosintesis dilakukan untuk mengukur kadar bilirubin,
penentuan maturitas janin, pemeriksaan mikrobiologik, dan pemeriksaan-pemeriksaan diagnostik lainnya. Pada keadaan tertentu amniosintesis
dapat dilakukan sebagai pembantu therapi yaitu untuk menghilangkan tekanan
mekanik dan dekompresi.
mendeteksi kelainan genetik dan metabolik melalui pemeriksaan sitogenik (sel).
Tindakan ini juga dilakukan untuk memeriksa kadar alfa feto protein di dalam
cairan ketuban untuk mendeteksi adanya kelainan tertentu. Setelah kehamilan 24
minggu (6 bulan) amniosintesis dilakukan untuk mengukur kadar bilirubin,
penentuan maturitas janin, pemeriksaan mikrobiologik, dan pemeriksaan-pemeriksaan diagnostik lainnya. Pada keadaan tertentu amniosintesis
dapat dilakukan sebagai pembantu therapi yaitu untuk menghilangkan tekanan
mekanik dan dekompresi.
Amniosentesis yaitu
memasukkan jarum berdiameter besar ke dinding abdomen dan uterus sampai ke
ketuban dan cairan amnion. Cairan yang mengandung sel – sel janin diaspirasi.
Sel – sel janin yang diperoleh selanjutnya dikultur untuk mendeteksi
abnormalitas kromosom dan kariotipe sebagai salah satu metode diagnosa saat
pranatal. Sel – sel yang diperoleh dari cairan dibiakkan di laboratorium sampai
stadium pembelahan. Pada pembelahan inilah kromosomnya dipelajari.
Tempat
penusukan diamati apakah ada perdarahan dan pasien diperlihatkan denyut jantung
janin yang berdenyut dan cairan amnion yang tersisa pada akhir prosedur. Sejumlah
studi banyak rumah sakit telah mengkonfirmasi keamanan tindakan ini serta
keakuratan diagnostiknya yang lebih dari 99 persen.
Komplikasi
minor jarang terjadi dan mencakup perdarahan pervaginam bebercak sesaat atau
kebocoran cairan amnion pada 1 samapai 2 persen dan koriomnionitis pada kurang
dari 1 per 1000. cedera jarum pada janin jarang jika digunakan panduan
ultrasonografi. Kegagalan biakan sel juga jarang tetapi lebih mungkin terjadi
kalau janinnya abnormal. Angka keguguran adalah 0,5 persen atau lebih kecil (1 per 200) . kemungkianan beberapa keguguran
disebabkan oleh kelainan yang sudah ada sebelumnya dan memang pasti terjadi
sekalipun tidak dilakukan amniosintesis. Kelainan ini antara lain adalah
solusio plasenta, implantasi plasenta yang abnormal, anomaly uterus dan
infeksi.
Biasanya dilakukan pada
usia kehamilan 18-20 minggu. Dilakukan per abdominal. Dilakukan aspirasi cairan
amnion dengan bantuan USG. Hanya beberapa operator yang berpengalaman yang
dapat melakukannya.
Ketika masalah genetic
dicurigai maka amniosintesis dilakukan sesegera mungkin biasanya antara gestasi
16 – 20 minggu nuntuk memungkinkan studi tentang kariotip dan biokimia untuk
dilengkapi sebelum batas waktu dalam melakukan terminasi kehamilan secara
elektif. Amniosintesis lanjut dalam kehamilan paling sering dilakukan untuk
mengkaji kesejahteraan dan maturitas janin. Pada kasus - kasus isoimunisasi prosedur dapat
dilakuikan berulang – ulang untuk memantau kondisi janin.
Amniosintesis biasanya dilakukan
pada wanita hamil yang berisiko tinggi, yaitu :
·
Wanita
yang mempunyai keluarga dekat menderita gangguan genetik.
·
Wanita
berusia di atas 35 tahun.
·
Wanita
yang memiliki hasil tes yang abnormal terhadap sindrom down pada trimester
pertama kehamilan.
·
Wanita
yang memiliki hasil tes abnormal terhadap alfaprotein, estriol, human chorionic
gonadotropin, dan hormon inhibin A.
·
Pemeriksaan
USG menunjukkan adanya kelainan.
·
Wanita
dengan sensitisasi Rh.
Walaupun sampai hari ini
ada bermacam-macam teknik digunakan untuk prediksi atau konfirmasi pemeriksaan
prenatal, pengambilan cairan dan se1-selnya melalui uterus yang hamil masih
merupakan pilihan yang Was digunakan. Sampel yang diambil harus betul-betul
jernih, dan sel-selnya dibiak until mengetahui adanya aberasi kromosom,
pemeriksaan bio-kimia atau analisis DNA. Sampel yang tercampur darah (bloody
fluid) mungkin disebabkan kerusakan plasenta; perubahan wama tertentu
mungkin menandakan adanya kematian janin.
Semuanya sangat penting dipertimbangkan,
karena abortus spontan dapat setiap waktu terjadi bila bersamaan dengan itu
dilakukan amniosentesis. Di samping itu, semua keadaan ter-sebut di atas sering
menyebabkan kegagalan dalam proses pembiakan jaringan.
Setelah sampel diambil,
cairan dipusing. Supernatannya dapat digunakan untuk analisis AFP atau biokimia
tertentu; sedangkan pellemya digunakan untuk analisis kromosom dan
analisis DNA. Sebagian besar tes prenatal, baik analisis kromosom mau-pun
biokimiawi membutuhkan pembiakan; dan tergantung dari jumlah dan kualitas sel
yang didapat, biasanya dibutuhkan waktu 2-3 minggu untuk mendapatkan diagnosis
dan kesimpulan yang pasti. Sangat penting bahwa biakan tersebut dicek berulang
kali untuk memastikan pertumbuhan sel yang memuaskan. Bila ti-dak, mungkin
diperlukan pengambilan segera sampel ulangan, karena bila telah melewati usia
kehamilan tertentu tidak akan didapatkan cairan dan sel yang baik. Sebelum
mengirim pasien untuk pemeriksaan prenatal, hams dipastikan bahwa ada fasilitas
pemeriksaan prenatal yang akurat dan dapat dipercaya. Setelah itu, pasien yang
akan men-jalani pemeriksaan prenatal perlu mendapatkan konseling ge-netik
supaya mendapatkan informasi yang jelas tentang hal-hal yang akan
dialami maupun basil tes yang akan didapat. Amniosentesis biasanya dilakukan
pada kehamilan 15--18 minggu; oleh dokter ahli kebidanan yang telah mendapat
ke-ahlian untuk aspirasi ini.
Alphafetoprotein (AFP)
yaitu hasil samping dari metabolisme protein pada janin dan dapat
diidentifikasi di serum ibu dan dapat diukur dalam cairan amnion untuk membantu
diagnosis peninggian AFP darah ibu. Kehilangan kehamilan normal akibat
amniosentesis 1 : 100
Indikasi
untuk Amniosentesis :
1.
Pemeriksaan
kariotipe ( keseluruhan karakteristik, termasuk jumlah, ukuran dan bentuk
kromosom serta pengelompokkannya dalam nukleus sel ) berdasarkan pada anamnesis
keluarga, perorangan, umur ibu, risiko tinggi, atau kelainan pada ultrasonik.
2.
Penyakit
hemolisis : penghancuran sel darah merah dan pelepasan hemoglobin.
3.
Kelainan
saluran saraf
4.
Gangguan
metabolisme
5.
Penentuan
maturitas paru
Prosedur pengambilan :
Jarum langsung dimasukkan
melalui dinding perut ibu, menembus uterus ibu melalui tuntunan USG. Melalui
USG dapat diketahui lokasi plasenta dan janin. Prosedur ini dapat dilakukan
dengan pembiusan setempat tanpa hams rawat tinggal di rumah sakit. Prosedur
yang akan dilakukan dan risiko yang mungkin terjadi akibat pengambilan ini
perlu dijelaskan pada pasien.
Risiko amniosentesis
- Keguguran/abortus : Diperkirakan sebesar 1%; pengulangan
amniosentesis akan meningkatkan risiko ini (5--10%), seperti halnya bila
amniosen-tesis dikerjakan oleh orang yang tidak trampil.
- R i s i k o ibu : Pada umumnya minimal; bila
dikerjakan dengan prinsip aseptik, risiko infeksi akan terhindarkan.
Hasil dan tindak lanjut :
Pasangan pasien tersebut perlu
diberitahu bahwa diperlukan waktu sedikitnya 3 minggu untuk mendapatkan
hasilnya, dan untuk pengambilan ulang bisa terjadi.Pasien juga perlu diberi
tabu, bahwa kadang-kadang ditemukan juga kelainan yang sesungguhnya
tidakberhubungan dengan yang dicari (misalnya ada NTD pada kehamilan yang
dicurigai Down syndrome). Pasien perlu juga diberi tabu tentang langkah-langkah
selanjutnya, bila temyata terjadi kegagalan kultur atau sebab-sebab lainnya.
Tindak Ian jut post natal juga penting, selain untuk mencek kebenaran diagnosis
prenatal kita, juga karena janin yang lahir mungkin akan mempengaruhi risiko
genetik pada kehamilan berikutnya. Kesimpulannya, amniosentesis pada umumnya
aman dan dapat dipercaya, tetapi tetap tidak bebas sama sekali dari faktor
risiko. Penting sekali untuk digunakan dengan selektif dan tepat, dan
dijelaskan kepadapasangan pasiAn yang menginginkannya.
Beberapa manfaat pemeriksaan
amniosintesis antara lain :
·
Mengetahui
kelainan bawaan.
·
Mengetahui
jenis kelamin bayi.
·
Mengetahui
tingkat kematangan paru janin.
·
Mengetahui
ada tidaknya infeksi cairan amnion (korioamnionitis).
Siapa
yang dilakukan Amniosintesis:
(1)
Usia kehamilan > 35 tahun,
(2) Riwayat sebelumnya Trisomy,
(3) Orang tua kelainan kromosom,
(4)
Dijumpai kelainan pada pemeriksaan USG
Dari hasil pemeriksaan amniosintesis
dapat diketahui (1) Kelainan kromosom : Down syndrome, Turner syndrome,
Edward's syndrome dll (2) Kelainan genetik lain : Cystic fibrosis AR, Sickle
cell disease AD, Tay-Sachs disease AR, Thalasemia AD
BIOPSI
KHORION
Biopsi khorion sebagai
salah satu sarana untuk diagnosis prenatal merupakan sarana diagnostik yang
lebih invasif di-banding amniosentesis. Teknik ini sekarang sudah banyak ditinggalkan karena faktor positip semu/negatip semu yang mungkin
terjadi dan juga risiko pengambilannya yang lebih besar dibandingkan dengan
amniosentesis. Biopsi khorion ini tampaknya akan lebih berperan dengan adanya
teknologi bio- logi molekuler, khususnya analisis sampai Ice tingkat DNA.
Pada saat sekarang,
pengambilan biopsi khorion dikerjakan pada usia kehamilan 8 sampai 11 minggu.
Bila memasuki minggu ke-12, pengambilan transservikal akan lebih sulit,
se-hingga pengambilan secara transabdominal lebih memungkinkan. Pengambilan
secara transservikal dilakukan dengan cara memasukkan suatu kanula plastik
melalui serviks dengan pan-duan USG dan kemudian jonjot khorion diaspirasi.
Cara lain adalah pengambilan melalui alat fetoskop. Lalu jaringan maternal
disingkirkan secara mikroskopik, dan sisa jaringan (fetal tissue) dianalisis.
Analisis yang dapat dikerjakan adalah
:
- Analisis. DNA, termasuk fetal
sexing dengan spesifikasi kromosom X dan Y.
- Analisis kromosom. Sekarang dapat
dikerjakan rapid direct method, yang
hasilnya dapat dilihat dalam waktu 24 jam. Bila terdapat mosaicism, maka
harus dilakukan pengecekan dengan amniosentesis. Perlu pula diingat, bahwa
probabilitas untuk mendapatkan aberasi kromosom lebih tinggi dibandingkan
dengan cara amniosentesis, karena kelainan kromosom di-dapatkan hampir
pada 50% kehamilan dengan abortus spontan (usia kehamilan 10--16 minggu).
- Analisis enzim/biokimiawi.
Penerapan biopsi khorion memang akan cukup luas, tetapi karena faktor
keamanan pengambilannya serta ketidak akuratannya, maka penerapannya lebih
sempit dibandingkan amniosentesis.
Profil Biofisik
(Biophysical profile / BPP merupaka pengkajian janin dan lingkungan janin yang
noninvasive dan dinamis. Pengkajian dilakukan menggunakan ultrasonografi
sewaktu dan pemantau denyut jantung janin secara elektronik. Parameter yang
diukur pada evaluasi ini mencakup :
Ø
Gerakan
pernafasan janin (fetal breathing movements / FBM)
Ø
Gerakan
janin (fetal movements / FM)
Ø
Tonus
janin (fetal tone / FT)
Ø
Indeks
cairan amnion (amniotic fluid index / AFI)
Ø
Tes
nonstres test ? NST
Penilaian profil biofisik janin merupakan salah satu cara efektif untuk mendeteksi adanya asfiksia (gangguan pada pertukaran udara pernapasan) janin lebih dini, sebelum menimbulkan kematian atau kerusakan permanen pada janin. Pemeriksaan tersebut dimungkinkan terutama dengan bantuan peralatan elektronik, seperti ultrasonografi (USG) dan kardiotokografi (KTG).
Pemeriksaan mencakup pernapasan janin, gerakan janin, tonus otot, detak jantung, dan jumlah cairan ketuban. Skor hasil akhir dari penilaian tersebut akan menghasilkan keputusan untuk melahirkan janin secepat mungkin atau terencana. BPP ini umumnya dilakukan pada usia kehamilan minimal 32 minggu.
Signifikansi Klinis
Reaktivitas DJJ, gerakan
janin, gerakan pernafasan janin dan tonus janin merupakan pnanda biofisik akut
serta dianggap untuk diberikan dan diatur dengan mekanisme saraf pusat janin
yang terintegrasi dan komplks. Aktivitas biofisik normal merupakan bukti tidak langsung bagian
system saraf pusat yang mengendalikan aktivitas khusus yang utuh. Namun
hilangnya aktivitas biofisik akan sulit diinterpretasi karena aktivitas
tersebut mencerminkan reflek depresi patologi atau periodisitas janin normal.
Pengukuran indeks cairan amnion / AFI
merupakan penanda kondisi kronis janin.
Berbagai
komponen dan skort masing – Masing Terhadap Profil Biofisik
NO
|
Komponen
|
Skor
2
|
Skor
0
|
1
|
Uji Nonstres
|
≥ 2 kselerasi ≥ 15
denyut / mnt selama ≥ 15 detik dalam 20 – 40 menit
|
0 atau 1 akselerasi
dalam 20 – 40 mnt
|
2
|
Pernafasan Janin
|
≥ 1 episode bernafas
ritmik yang berlangsung ≥ 30 dtk dalam 30 mnt
|
Bernafas < 30 dtk
dalam 30 mnt
|
3
|
Gerakan Janin
|
≥ 3 gerakan tubuh atau
ekstremitas yang nyata dalam 30 mnt
|
≤ 2 gerakan dalam 30 mnt
|
4
|
Tonus Janin
|
≥ 1 episode ekstensi
ekstremitas janin disertai kembali ke fleksi atau membuka / menutupnya tangan
|
Tidak ada gerakan atau
ekstensi / fleksi
|
5
|
Volume cairan amnion
|
Kantung vertical tunggal
> 2 cm
|
Kantung Vertikal tunggal
tervbesar ≤ 2 cm
|
Modifikasi Skor Profil
Biofisik, Interpretasinya dan Penatalaksanaan Kehamilan
Skor
Profil Biofisik
|
Interpretasi
|
Penatalaksanaan
Yang Dianjurkan
|
10
|
Janin
normal tanpa akfisia
|
Tidak ada indikasi janin untuk intervensi, ulangi pemeriksaaan
setiap minggu kecuali pada pasien diabetes dan kehamilan postmatur (dua kali
seminggu)
|
8/10 cairan amnion normal 8/8
|
Janin
normal tanpa asfiksia
|
Tidak ada indikasi janin untuk
intervensi, ulangi pemeriksaan sesuai protocol
|
8/10 berkurang
|
Janin
dicurigai mengidap asfiksia kronik
|
Lahirkan
|
6
|
Janin
mungkin (possible) mengalami asfiksia
|
Apabila volume cairan amnion
abnormal, lahirkan.
Apabila cairan amnion pada kehamilan
> 36 minggu normal dan serviks memungkinkan , lahirkan.
Apabila skor pemeriksaan ulangan ≤
6, lahirkan.
Apabila skor pemeriksaan ulangan
> 6, observasi dan ulangi sesuai protocol
|
4
|
Janin
kemungkinan besar (possible) mengalami asfiksia
|
Ulangi poemeriksaan pada hari yang
sama, apabila skor profil biofisik ≤ 6, lahirkan .
|
0 - 2
|
Janin
hamper pasti mengalami asfiksia
|
Lahirkan
|
CHORIONIC
VILLI SAMPLING (CVS)
Yaitu upaya memperoleh jaringan yang berasal dari
janin pada tahap kehamilan lebih dini dibandingkan pelaksanaan amniosentesis
(kehamilan 16 minggu),
Dilakukan pada kehamilan 10-12 minggu.
Biopsi villi melalui ostium uteri. Dilakukan
dengan arahan USG.
Dilakukan pada umur kehamilan 8 – 12
minggu. Sampel dari tepi plasenta diambil, caranya menyedot dengan kateter.
Jarumnya dapat dimasukkan ke dalam uterus melalui serviks ( 8 - 10 minggu )
atau transabdominal (10 – 12 minggu ).
Teknik ini memungkinkan kita
menegakkan berbagai diagnosis. Dari bahan yang diperoleh dapat dilakukan analisis
DNA. Tes ini dapat menyebabkan abortus (4%).
Indikasi :
1. Pemeriksaan karotipe
2. Kelainan metabolisme
3. Analisis DNA
4. Infeksi transplasenta, misalnya
toksoplasmosis
Teknik
ini memungkinkan pembiakan sel yang sedang membelah secara aktif, berbeda dari
sel lepasan pada amniosentesis, dan seandainya didapatkan abnormalitas,
pengakhiran kehamilan dapat dilakukan pada tahap yang relatif dini.
Potensi pertumbuhan vili
korion memfasilitasi penentuan kariotipe secara relatif cepat, yaitu dalam 3-4
hari.
Resiko CVS jika dilakukan
pada kehamilan kurang dari 10 minggu adalah insiden defek ekstremitas yang
lebih besar, tetapi mekanisme pasti untuk hal ini tidak diketahui.
Pengambilan sampel vilus
korionik (CVS) merupakan tindakan menusukkan jarum secara transversikal atau
transabdominal ke dalam bagian placenta janin untuk mengangkat spesimen
jaringan yang kecil. Prosedur ini dilakukan diantara gestasi 10 dan 12 minggu.
Aspirasi kanula dan obturator yang menembus kanalis servikalis, dan
berhati-hatilah dalam melakukannya untuk mencegah pecahnya membran amnion. Pendekatan
transabdominal merupakan alternatif dari teknik transervikal. Prosedur ini
dapat dilakukan pada awal trimester pertama untuk mengidentifikasi janin-janin
dengan defek genetik. Komplikasi yang terjadi jarang setelah melakukan prosedur
dan mencakup perdarahan atau bercak-bercak darah vagina, aborsi spontan,
ketuban pecah, dan korioamnionitis. Imunoglobulin Rh harus diberikan pada wanitadengan Rh negatif
karena kemungkinan perdarahan fetomaternal yang timbul pada isoimunisasi.
Indikasi biopsi villi
korionik pada dasarnya sama dengan amniosintesis, kecuali beberapa analisis
yang memerlukan cairan amnion dan buikannya sel atau jaringan. Keuntungan
uatama pengambilan sampel villi korionik (chorionic villulous sampling) / CVS ada;lah
hasilnya tersedia pada usia gestasi lebih dini, sehinga mengurangi kecemasan
orangtua kalau hasilnya normal da, memungkinkan metode terminasi kehamilan yang lebih dini dan lebih aman
kalau hasilnya abnormal. CVS umumnya dilakukan pada usia gestasi 10 sampai 13
minggu. Villi plasenta dapat diperoleh melalui akses transervikal,
transabdominal, atau transvaginal ke plasenta. Pada kehamilan lanjut ketika
kelainan janin disertai dengan oligohidramnion berat, pengambilan sampel
transabdominal lebih disukai. Diperlukan keterampilan dalama melakukan prosedur
dan pelatihan khusus dengan panduan USG sebelum mencoba melakukan CVS. Dan
pemeliharaan keterampilan ini amat penting. Kontraindikasi relatif meliputi perdarahan
pervaginam atau spotting, uterus ante atau retroveksi akstrem dan ahbitus tubuh
pasien yang menghambat kemudahan akses ke uterus atau visualisasi isi uterus
dengan jelas menggunakan USG. Infeksi aktif merupakan kontraindikasi. Penyulit
CVS sama dengan amniosintesis.
Sejumlah percobaan kontrol kasus dan
acak membandingkan keamanan CVS dengan amniosintesis dan CVS transabdominal
dengan prosedur transservikal.
Tes ini
jarang dilakukan oleh para dokter karena dikhawatirkan berisiko menyebabkan
abortus spontan. Tes ini dilakukan untuk memeriksa kemungkinan kerusakan pada
kromosom. Serta untuk mendiagnosa penyakit keturunan. Tes CVS ini mampu
mendeteksi adanya kelainan pada janin seperti Tay-Sachs, anemia sel
sikel, fibrosis berkista, thalasemia, dan sindroma Down
CORDOSENTESIS
Pengambilan darah janin melalui aspirasi darah talipusat. Dilakukan lewat
abdomen dengan bantuan USG. Darah janin diperiksa secara biokimiawi dan
seluler.
Teknik ini memungkinkan
kita melakukan pemeriksaan karotipe ( 2 – 3 hari ) dengan cara mengambil 2 – 3
cc darah janin dari vena umbilikalis secara transabdominal, jarum ditusukkan ke
perut ibu menembus uterus menembus uterus menuju tali pusat.
Dengan ahli yang khusus
dididik dalam PUBS, jarum yang sangat halus dimasukkan menembus vena
umbilicalis. Risiko terhadap janin, yang biasanya berupa keguguran, hanya <
5%. Bila dilakukan oleh orang yang tidak ahli, fetal loss bisa men-capai
50%. Darah janin yang diperoleh dapat dianalisis kromosomnya, ensim dan
biokimia serta analisis DNA.
- Tes darah
Jenis pemeriksaan ini dianjurkan dokter setelah Anda dinyatakan
positif hamil. Contoh darah akan diambil untuk diperiksa apakah terinfeksi
virus tertentu atau resus antibodi. Contoh darah calon ibu juga digunakan untuk
pemeriksaan hCG. Dunia kedokteran menemukan, kadar hCG yang tinggi pada darah
ibu hamil berarti ia memiliki risiko yang tinggi memiliki bayi dengan sindroma Down.
Pemeriksaan darah dan analisis gas darah janin. Pengambilan sampel darah
bisa dari tali pusat (umbilical cord blood sampling), atau dari kulit kepala
janin (fetal scalp blood sampling). Pada janin dengan hipoksia, terjadi
asidosis
Pengambilan sampel darah umbilikus secara p-erkutan
dicapai melalui insersi jarum transabdominal ke dalam pembuluh darah umbilikus
janin di bawah penggunaan ultrasonografi. Titik insersi ideal berada di dekat
insersi plasenta.
Antara 1 sampai 4 ml darah diambil
selama prosedur dan diuji oleh prosedur Kleihauer-Betke untuk menjamin bahwa
spesimen merupakan darah janin. Sampel darah digunakan untuk menentukan kriotiping,
tes Coomb secara langsung, hitung darah lengkap, jenis darah janin, gas-gas
darah, status asam basa untuk janin-janin dengan restriksi pertumbuhan
intrauterus, dteksi adanya infeksi, dan pengkajian serta penanganan
isoimunisasi.
Komplikasi jarang terjadi dan merupakan
akibat dari kebocoran tempat pungsi, bradikardia janin, dan korioamnionitis.
Teknik ini kini telah mengungguli
fetoskopi dalam pengambilan sampel darah janin dan transfuse darah janin.
Selain digunakan untuk diagnosis prenatal gangguan darah herediter seperti
hemofilia, kordosentesis juga digunakan untuk diagnosis infeksi janin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar