Rabu, 21 September 2011

Bahagia dan Tawa eps. 1


Malam itu gemuruh ombak menerjang tepian pantai dengan hebat, angin bertiup kencang, suasana mencekam ditambah hujan lebat turun sejak pagi. Terdengar sayup tangisan seorang bayi anak nelayan kampung tepi laut. Ternyata istri pak Badrun baru melahirkan seorang putra. Sayang, Pak Badrun masih melaut dan belum kembali. Akhirnya Bu Badrun melahirkan dibantu oleh dukun kampung, dan hanya ditemani oleh pak buya gani bersama istri.

Kelahiran bayi diwaktu menjelang Sholat Subuh itu dibantu oleh dukun. si bayi laki-laki itu diazankan oleh buya gani. Sebagai tetangga yang sudah lama bergaul dengan keluarga Pak Badrun, buya gani dan istri sangat memahami tetangga mereka ini. Walaupun dalam cuaca yang kurang bagus Pak Badrun tetap kelaut, dengan satu kekuatan menghidupi istri dan calon bayi mereka.

"Sudah dua hari Bapak mu belum pulang melaut nak", gumam bu Badrun kepada si bayi. Ditepi pantai sudah mulai satu persatu nelayan pulang dari melaut. Salah satunya Tajo, "Pak Tajo ada melihat pak Badrun?", tanya buya Gani. Agak sedikit kaku dan wajah lesu Tajo mengatakan,"Kemaren pagi kami masih menjaring dekat pulau Utara, tapi ketika hujan sudah mulai turun sayapun berteduh dipulau Utara karena sampan saya kecil tak ada atapnya". "Pak Badrun saya ajak ketepi beliau masih belum mau!". Tajo terdiam tidak meneruskan bicara nya.  "Kenapa Pak Badrun tidak pulang bersama kamu Tajo?", bu Gani menimpali dengan kepanikan. "Maaf, Bu Gani, semoga ibu dan Pak Gani jangan terkejut". "Saya melihat dari kejauhan, sampan Pak Badrun dimainkan oleh gelombang sampai sampannya dihantam gelombang tinggi, Pak Badrun dan sampannya tenggelam”. "Innalillaahi wainnaalillaahi raji'un, dengan gemetar Bu Gani tertunduk lesu", Ternyata pertemuan dengan Pak Badrun dua hari yang lalu, adalah pertemuan yang terakhir. Pada hari itu juga masyarakat diumumkan melalui pengeras suara di Surau masyarakat mulai berdatangan ke rumah almarhum Pak Badrun, dengan segera mereka melaksanakan shalat ghaib, di surau.

Sepertinya kelahiran buah hati Bu Badrun yang bersamaan dengan berita meninggalnya Pak Badrun di laut, membuat Bu Badrun sangat terguncang, bersyukur tetangga mereka sangat memperhatikan dan selalu menghibur Bu Badrun, sehingga menjadi pengurang rasa perih di hati, begitu juga putranya Bu Badrun membuatnya bersemangat kembali.

Setelah sekian hari lahir dengan masukan Buya Ghani, sang putra diberi nama Maksum yang artinya terpelihara.

Bu Badrun bangkit dari kesedihannya…, ia pun mulai menata hidup tanpa suami yang dicinta. Dengan menjadi penjual ikan keliling, dan berdagang di pasar ia berusaha mencukupi kebutuhan hidup ia dan anaknya. Bersyukur istri buya Ghani dengan senang hati memelihara Maksum kecil. Dengan riang gembira istri buya Ghani merawat dan menjaga Maksum. “Maksum, tumbuh menjadi anak berbadan sehat dan pintar.
  
Telah tujuh tahun berlalu sepeninggalnya Pak Badrun..., Maksum pun mesti masuk Sekolah. Ia pun bersekolah di SD dekat pasar, di malam hari Maksum belajar mengaji di Surau dekat tepian laut tak jauh dari rumah mereka. Badrun dikenal sangat periang dan selalu senyum ramah, sopan dalam bersikap dan suka menolong.
Sebagai anak yang dibesarkan dalam lingkungan adat dan agama yang kental, Maksum lebih banyak melewatkan waktu bermainnya di surau hingga menuju tengah malam.

Bersambung... :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar